MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF
MODEL PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL DAN MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Dahulu
guru dan teks merupakan sumber utama yang memiliki otoritas dan sumber
pengetahuan. Saat ini guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar,
banyak sumber belajar lainnya yang dapat digali dari berbagai sumber
komunitasnya. Ketika media pembelajaran sudah memadai, dalam beberapa proses
pembelajaran peran guru adalah mengarahkan agar siswa mengalami sendiri proses
belajarnya secara lebih efektif. Artikel ini mencoba menggambarkan konsep
pembelajaran kontekstual dan kolaboratif yang sudah berlangsung saat ini.
Contextual
Teaching and Learning (CTL) atau pendekatan kontekstual merupakan sebuah konsep
pembelajaran dimana seorang guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
kehidupan sahari-hari siswa. Guru membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya di kehidupan sosial mereka dalam keluarga dan
masyarakat. Dengan demikian, diharapkan hasil pembelajaran menjadi lebih
bermakna bagi siswa. Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Pembelajaran berlangsung secara alamiah karena siswa bekerja dan mengalami
langsung apa yang dipelajarinya. Dalam hal ini strategi pembelajaran menjadi
jauh lebih penting dibandingkan hasil pembelajaran. Guru lebih terfokus pada strategi
daripada memberikan informasi. Guru bekerjasama dengan siswa sebagai sebuah tim
untuk menciptakan suasana belajar yang efektif. Siswa bisa saja membentuk dan
menemukan pemahamannya sendiri, bukan dari informasi yang langsung diberikan
oleh guru.
Penerapan
Pendekatan Kontekstual di dalam Kelas
Pembelajaran
kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja,
dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Berikut adalah langkah yang perlu
dilakukan dalam menerapkan model
pendekatan pembelajaran kontekstual:
ü Miliki persepsi bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya
ü Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
ü Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
ü Ciptakan komunitas belajar
ü Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
ü Lakukan refleksi di akhir pertemuan
ü Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Komponen
Pendekatan Kontektual
1.
Konstruktivisme
Dalam konstruktivisme pengetahuan siswa dibangun secara bertahap.
Pengetahuan ini bukan hanya seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang hanya
perlu diingat. Siswa juga harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan tersebut,
kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam proses pembelajaran
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif selama
proses pembelajaran, sehingga siswa menjadi pusat kegiatan.
2.
Inquiry
Inquiry merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran
yang menggunakan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diperoleh dengan cara menemukan sendiri. Oleh sebab itu
proses pembelajaran yang dirancang guru harus berbentuk kegiatan yang merujuk
pada kegiatan menemukan. Langkah-langkah pembelajarannya dimulai dengan
merumuskan masalah, mengamati, menganalisis, dan mengkomunikasikan.
3.
Questioning
(bertanya)
Questioning merupakan strategi utama dalam pendekatan
kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa.
4.
Learning
Community (komunitas belajar)
Learning community merupakan salah satu teknik dalam
pendekatan kontekstual. Dengan tekhnik ini pembelajaran diperolah dari
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar
teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu
5.
Modelling
(permodelan)
Pemodelan adalah pembelajaran yang dilakukan dengan menampilkan
model yang bisa dilihat, dirasa dan bahkan bisa ditiru oleh siswa. Dalam
praktiknya guru bukan merupakan satu-satunya model. Karena model yang
disampaikan akan menjadi standar kompetensi yang akan dicapai, maka guru dapat
mendatangkan model dari luar. Model tersebut bisa dari siswa yang dianggap
mampu, atau para pakar ke dalam kelas.
6.
Reflexion
(Refleksi)
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian , aktivitas, atau
pengetahuan yang baru diterima. Tujuan dari kegiatan refleksi ini adalah untuk
melihat sudah sejauh mana pengetahuan yang dibangun sebelumnya dapat mengendap
di benak siswa. Oleh sebab itu kegiatan refleksi ini harus selalu dilakukan
sebelum guru mengakhiri proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuannya.
7.
Authentic
Assesment (penilaian yang sebenarnya)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kegiatan ini perlu dilakukan
guru untuk mengetahui dan memastikan bahwa siswa telah mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Dan apabila dari hasil assessment ini
diketahui siswa mengalami kesuliatan dalam menguasai kompetensi, maka guru
harus segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa dapat menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
·
Kerjasama
·
Saling
menunjang
·
Menyenangkan,
tidak membosankan
·
Belajar
dengan bergairah
·
Pembelajaran
terintegrasi
Langkah-Langkah
Pembelajaran Kontekstual
1.
Memilih
tema
2.
Menentukan
konsep-konsep yang dipelajari
3.
Menentukan
kegiatan-kegiatan untuk investigasi konsep-konsep terdaftar
4.
Menentukan
mata pelajaran terkait (dalam bentuk diagram)
5.
Mereview
kegiatan-kegiatan & mata pelajaran yang terkait
6.
Menentukan
urutan kegiatan
7.
Menyiapkan
tindak lanjut
Pembelajaran
kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran dimana para siswa dengan variasi
yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam
kelompok ini para siswa saling membantu satu dengan yang lain. Dalam situasi
belajar ini akan terjadi unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai
kesuksesan. Belajar secara kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan
pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi
pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif,
tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu
milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan kemampuan belajar
siswa. Pembelajaran kolaboratif telah mampu mempertemukan pendidikan formal dan
informal dalam hal praktek nyata bahwa kehidupan di luar kelas memerlukan
aktivitas kolaboratif, serta menumbuhkan kesadaran siswa dalam berinteraksi
sosial sebagai upaya mewujudkan pembelajaran yang bermakna.
Pada
tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and
Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan
berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Ide
pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep
belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan.
Metode
kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai proses belajar siswa sebagai berikut (Smith
& MacGregor, 1992):
1
Belajar
itu aktif dan konstruktif. Untuk
mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan
itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang
terkait dengan bahan pelajaran.
2Belajar
itu bergantung konteks. Kegiatan
pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait
dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam
penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
3Siswa
itu beraneka latar belakang. Para siswa
mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya belajar,
pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam
kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian
hasil bersama dalam proses belajar.
4Belajar itu bersifat sosial. Proses
belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun
makna yang diterima bersama.
Menurut
Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya
tiga teori, yaitu:
1Teori
Kognitif. Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar
anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok
akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
2Teori Konstruktivisme Sosial. Pada
teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu
perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat
semu anggota semua kelompok.
3Teori Motivasi. Teori ini
teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran
tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar,
menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi
saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Tujuan
dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
1.
Memaksimalkan
proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
2.
Menciptakan
lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi,
dan bersuasana kerjasama.
3.
Menghargai
pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan
bahan pelajaran dan proses belajar.
4.
Memberi
kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
5.
Mengembangkan
berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
6.
Mendorong
eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
7.
Menghargai
pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
8.
Menumbuhkan
hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para siswa, dan
di antara siswa dan guru.
9.
Membangun
semangat belajar sepanjang hayat.
Berikut
ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
1.
Para
siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas
sendiri-sendiri.
2.
Semua
siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
3.
Kelompok
kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan,
meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah
dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4.
Setelah
kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa
menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5.
Guru
menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua
kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi
kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati,
mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan
ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
6.
Masing-masing
siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi
(bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7.
aporan
masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
8.
Laporan
siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya,
dan didiskusikan.
Dalam
mengembangkan model pembelajaran kolaboratif ada lima tahapan yang perlu
dilakukan menurut Reid (2004), yaitu:
1.
Engagement. Pada tahap ini, pengajar melakukan penilaian terhadap kemampuan,
minat, bakat dan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa
dikelompokkan yang di dalamnya terdapat siswa terpandai, siswa sedang, dan
siswa yang rendah prestasinya.
2.
Exploration. Setelah dilakukan pengelompokkan, lalu pengajar mulai memberi
tugas, misalnya dengan memberi permasalahan agar dipecahkan oleh kelompok
tersebut. Dengan masalah yang diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha
untuk menyumbangkan kemampuan berupa ilmu, pendapat ataupun gagasannya.
3.
Transformation. Dari perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa,
lalu setiap anggota saling bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok.
Dengan begitu, siswa yang semula mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan
dapat menaikkan prestasinya karena adanya proses transformasi dari siswa yang
memiliki prestasi tinggi kepada siswa yang prestasinya rendah.
4.
Presentation. Setelah selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu
setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat salah satu
kelompok melakukan presentasi, maka kelompok lain mengamati, mencermati,
membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi.
5.
Reflection. Setelah selesai melakukan presentasi, lalu terjadi proses
Tanya-jawab antar kelompok. Kelompok yang melakukan presentasi akan menerima
pertanyaan, tanggapan ataupun sanggahan dari kelompok lain. Dengan pertanyaan
yang diajukan oleh kelompok lain, anggota kelompok harus bekerjasama secara
kompak untuk menanggapi dengan baik.
Dalam
setiap model pembelajaran, tentu memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
penerapannya. Dalam hal ini muncul beberapa pertanyaan yang belum terjawab bagi
penulis: Sejauh mana dampak positif dari kedua model pembelajaran ini? Lalu apa
saja dampak negatifnya bagi siswa? Serta bagaimana guru mengelola kelas,
sementara seorang guru tetap dituntut untuk memberikan penilaian yang objektif
sesuai kurikulum?
Assalamulaikum wr wb..
BalasHapusbaik saya inggin bertanya Menurut saudara apa hal-hal yang perlu di perhatikan pada saat menerapkan model pembelajaran supaya pembelajran lebih efketif dan efesien?
Wa'alaikumsalam wr wb,.
HapusTerima kasih atas kunjungannya.
menurut saya, sebelum menerapkan model pembelajaran kita perlu memperhatikan masalah yang terjadi di kelas kita. Sehingga model pembelajaran yang akan diterapkan nantinya mampu menyelesaikan persoalan tersebut.
Terima kasih sdri meri atas pertanyaan nya yg sangat bagus. Dimana hal hal yg harus diperhatikan saat menerapkan model pembelajaran supaya pembelajaran lebih efektif dan efisien adalah
Hapus1. Nilai siswa sebelumnya. Jika nilai siswa jelek dng model pembelajaran lain yg sdh kita terapkan selama ini maka dpt kita ganti dng metode pembelajaran konyekstual maupun kolaborasi
2. Ketersediaan sarana dan prasarana yg mendukung model pembelajaran tsb.
3. Efisiensi waktu.
Terima kasih
Pada artikel di atas di katakan CTL bisa diteralkan pada kurikulum apa aja dan materi apa aja mohon di berikan alasannya.
BalasHapuspada dasarnya metode pembelajaran CTL bisa diterapkan pada pelajaran apapun dengan syarat; Media pembelajaran yang dibutuhkan sudah cukup. Artinya guru dan buku pelajaran bukanlah merupakan satu-satunya media pembelajaran.
HapusAssalamualaikum..
BalasHapusSetelah saya baca ulasan diatas yaitu membahas tentang model kontekstual dan kolabotarif..
Saya ingin bertanya sedikit ..apakah kedua model diatas bisa diterapkan pada semua jenjang pendidikan??
Wa'alaikumsalam wr wb,.
HapusBisa, selama media pembelajaran yang dibutuhkan sudah mencukupi untuk materi yang akan diajarkan.
Menurut saya ada dampak positif model kolaboratif kontekstual ini, dilihat dari cara-cara pembelajaran kolaboratif kontekstual ini lebih mendorong siswa untuk aktif dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas dengan pendekatan yg mengaitkan materi pembelajaran dengan kehiduoan sehari-hari membuat siswa dalam proses pembelajaran lebih menyenangkan 😀🤗
BalasHapusiya, terima kasih sudah berkunjung,.
BalasHapusmenurut pendapat saya dampak negatif dari model pembelajaran ini terletak pada arahan guru serta motivasi guru dalam menerapkan model ini,karena guru tidak berperan penting dalam proses belajar guru cuma mengarahkan saja sedangkan siswa yang di tuntut kreatif dalam belajar, kemudian dampak negatif yang kedua waktu yang kurang efisien karena proses belajar mengajarnya di alam nyata jadi membutuhkan waktu yang lama dalam proses belaja mengajar.
BalasHapusTerimakasih atas tambahan informasinya yang bermanfaat..
HapusUlasan yang sangat menarik.
BalasHapusDampak positif dari model pembelajaran kontekstual adalah siswa lebih mudah memahami konsep pelajaran,dan dimana konsep-konsep itu nantinya bisa diaplikasikan secara real dalam kehidupan sehari-hari mereka.sedangkan model pembelajaran kolaboratif adalah siswa diajak untuk saling bekerja sama,sehingga bisa meningkatkan kemampuan sosialisasi siswa,dan siswa pun bisa lebih aktiv.
Terima kasih.
saya akan mencoba menjawab dampak negatif dari penerapan model tersebut. apabila model tersebut diterapkan teerus menerus, tanpa ada rotasi model pembelajaran, tentu akan membuat kejenuhan di kelas tersebut. dan siswa akan mebunjukkan ekspresi malas belajar.
BalasHapusPak dani untuk Keuntungan-Keuntungan Pembelajaran kolaboratif diantaranya
BalasHapus1. Meningkatkan kolaborasi.
2. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
3. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
4. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
5. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
Dalam setiap model pembelajaran tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tentu sangat banyak masukan dari pertanyaan tersebut, dalam model pembelajaran tentu memiliki langkah-langkah yang dapat digunakan dalam proses belajar yang dapat dijadikan panduan seorang guru di dalam kelas maupun diluar kelas
BalasHapus